Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Topeng Bermotif Nusantara


Topeng telah menjadi salah satu bentuk lisan paling busuk tanah yang pernah diciptakan peradaban manusia. Pada sebagian besar masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting dalam aneka macam sisi kehidupan yang menyimpan nilai-nilai magis dan suci. Ini alasannya yakni peranan topeng yang besar sebagai simbol-simbol khusus dalam aneka macam uparaca dan kegiatan adat yang luhur.

Kehidupan masyarakat modern saat ini menempatkan topeng sebagai salah satu bentuk karya seni tinggi. Tidak hanya alasannya yakni keindahan estetis yang dimilikinya, tetapi sisi misteri yang tersimpan pada raut wajah topeng tetap sanggup memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.

Topeng telah ada di Indonesia sejak zaman prasejarah. Secara luas digunakan dalam tari topeng yang menjadi cuilan dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Diyakini bahwa topeng berkaitan dekat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa. Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi aneka macam kegiatan seni dan adat sehari-hari. Beberapa topeng di Indonesia pun digunakan sebagai hiasan di dalam rumah atau di luar rumah.

Beberapa kesenian topeng Indonesia antara lain:
Topeng Cirebon 

Penduduk desa yang tersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. Penduduk desa ini yakni juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang dahulu memeliharanya. Penari-penari dan penabuh gamelan Keraton pada jaman penjajahan Belanda mata pencaharian semakin sulit sehingga harus mencari sumber hidupnya di rakyat pedesaan.

Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan ibarat umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya aneka macam “gaya” Topeng Cirebon, ibarat Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya kultur Kraton yang mengajarkan budbahasa kebangsawanan dalam pementasannya yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian yang dikenakan para penarinya.

Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan yakni ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :

1. Panji–tahap kelahiran,
2. Samba ( Pamindo )–tahap kanak-kanak,
3. Rumyang–tahap dewasa,
4. Tumenggung ( Patih ) –tahap memperoleh kedudukan dalam masyarakat,
5. Ruwana ( Rahwana ) dan Klana–tahap insan yang telah dikuasai aneka macam nafsu.

Dalam pengangkatan karakter topeng sangat ter ekpresi oleh pola-pola gerakan tubuh para penari, sehingga tari topeng Cirebon ini sangat indah dalam pementasannya.

Topeng Jogja 
Dalam pagelaran Wayang Wong yang di ciptakan oleh Hamengku Bhuwono I ( 1755-1792 ) dalam pengekspresian karakter gerak tari tokoh-tokoh wayang untuk kiprah simpanse dan raksasa dalam pentas Ramayana maupun Mahabharata pemainnya dilengkapi dengan pemakaian topeng, sedangkan untuk tokoh pahlawan dan perempuan tidak mengenakan topeng.

Dalam pementasan Wayang Orang Gedog punakawan Pentul dan Tembem mengenakan topeng separuh muka sehingga sanggup berdialog secara leluasa tanpa mengangkat topeng. Lain halnya dengan pementasan ceritera Panji para pemainnya mengenakan topeng dengan cara agak direnggangkan sedikit sehingga pemain sanggup mengucapkan antawacananya. Pada topeng gaya Yogyakarta kumis dibuat dengan cara menyungging warna hitam.

Topeng Surakarta :
Topeng gaya Surakarta hampir sama dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat perbedaan pada kumisnya yang terbuat dari bulu. Tokoh punakawan Bancak dan Doyok juga mengenakan topeng separuh muka ibarat gaya Yogyakarta.

Topeng Bali 
Di Bali topeng juga yakni suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan dongeng yang bersumber pada dongeng sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.

Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi sampai rahang atas termasuk yang hanya menutup cuilan dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai obrolan berbahasa kawi dan Bali.

Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali yakni :
1. Topeng Pajeganyang ditarikan oleh seorang pemain film dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan.

2. Topeng Sidakarya Di dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh alasannya yakni demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng sampai kini masih ada hampir diseluruh Bali

3. Topeng Pancayang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,

4. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh gabungan yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.

Nama Arja di duga berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja yakni semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini yakni salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat.

Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:

• munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
• Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
• Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku ibarat yang ada sekarang).

Sumber lakon Arja yang utama yakni dongeng Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah dongeng ibarat Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.

Arja juga menampilkan lakon-lakon dari dongeng rakyat ibarat Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari dongeng Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.

Menjelang berakhirnya kurun XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar.

Tari Topeng Bali memiliki ciri tarian tersendiri. Dengan iringan irama gamelan yang khas mempertunjukkan drama tari namun tidak mengangkat kisah-kisah dalam pewayangan. Wujud tarian sanggup dibagi dalam bentuk 2 jenis, yaitu :

1. Topeng Pajegan – penarinya hanya satu orang namun dalam pementasan membawakan aneka macam macam topeng yang secara berturut-turut dipakai/diganti diatas pentas dan menari sesuai dengan karakter topeng yang sedang dipakai.

2. Topeng Panca – tari ini merupakan pengembangan dari tari Topeng Pajegan dengan penambahan pemain menjadi 5 orang.
(Sumber Blogger: Yoki)

Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Topeng Bermotif Nusantara"